Senin, 13 November 2017

KISAH TRAGIS SANG PANGERAN




GPH Hadiwijoyo adalah putera  ke 12 dari  Sinuhun Amangkurat  IV ( Jawi ) ing Kartosura dengan Mas Ayu Karoh .Lahir dengan nama RM Subekti Setelah dewasa menikah dengan R Ay Sentul melahirkan  RMT Kusumadiningrat/ KPH Kusumadiningrat. GPH Hadiwijoyo ini meruakan kakak dari BPH Mangkubumi  Sultan Hamengkubuwono  ke I yang merupakan putera ke 15. Beliau bertempat tinggal di Kampung Gajahan  sebelah barat karaton. Dalem Hadiwijayan adalah sebuah rumah yang ditempati oleh GPH Hadiwijaya, adik Sunan Paku Buwono II yang kemudian juga dikenal dengan sebutan BPH Hadiwijaya Seda Kaliabu, sebab beliau tewas dalam pertempuran di Desa Kaliabu Kec Salaman  Magelang.  Salah satu cicit Pangeran Hadiwijaya adalah  KGPAA Mangkunegara IV yang bernama kecil RM Sudira. Latar belakang perlawanan P.Hadiwijaya terhadap VOC sangat berkaitan erat dengan ketidakpuasan kalangan karaton . Akibat dari kedekatan Paku Buwono II ( saudaranya) dengan VOC yang akhirnya ikut campur tangan didalamnya.  Puncak dari ketidakpuasan keluarga keraton dengan PB II dan VOC akhirnya memunculkan  adanya konflik  "perang Mangkubumen" antara tahun 1746 - 1755 M . Perang yang dimulai 19 Mei 1746 dan  berakhir dengan adanya Perjanjian Giyanti (palihan nagari). Lewat Perjanjian Giyanti antara Sri Sunan Paku Buwana III dengan Pangeran Mangkubumi (putra Amangkurat IV) pada 13 Pebruari 1755 M (29 Rabiulakir 1680 J), Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Konsekuensi logis adanya Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi kemudian bergelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senopati Ingalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping I ing Ngayogyakarta Hadiningrat. Dalam perspektif sejarah keberhasilan perjuangan Hamengku Buwono I tersebut tidak terlepas dari dukungan aliansi para pejuang, kerabat (sedherek dan sentana dalem), kelompok-kelompok prajurit di bawah pimpinan Rangga Prawirasentika, dilengkapi dengan penerapan strategi perang gerilya yang jitu. Beberapa kerabat atau sedherek dalem yang dapat disebut telah memberikan dukungan dalam perjuangan itu adalah, Pangeran Hadiwijaya (RM. Subekti). Kedua, adik Pangeran Mangkubumi yaitu Pangeran Singasari (RM. Sunaka). Ketiga, Pangeran Hangabehi (RM. Sandeya) yang setelah Perjanjian Giyanti kemudian memilih jadi seorang Penghulu Pathok Negara pertama yang berada di Desa Mlangi. Keempat R.M. Said (Pangeran Sambernyawa), kemenakan sekaligus menantu Pangeran Mangkubumi yang di tengah perjuangan itu kemudian memisahkan diri dari Pangeran Mangkubumi dan memilih berjuang sendiri.
 Dalam melakukan perlawanan medan tempur mereka bagi sebagai siasat dan strategi perang. Pangeran Hadiwijaya memilih melakukan pertemuran di daerah Kedu bagian dari Negara Agung. Pada tahun 1753 RM Said ( P.Sambernyawa) menemui pamannya Pangeran Hadiwijaya di desa Tegal Bayem ( letak desa ini belum diketahui ). Setelah pertemuan itu , Pangeran Hadiwijaya melanjutkan perlawanan di daerah Magelang sekarang ini. Mas Ajeng Gondosari adalah salah satu istrinya yang setia mengikuti dalam perlawanan. Mas Ajeng ini yang selalu memberikan motivasi, dorongan dan dukungan untuk melakukan perlawanan. 
 Dalam melakukan perlawanan medan tempur mereka bagi sebagai siasat dan strategi perang. Pangeran Hadiwijaya memilih melakukan pertemuran di daerah Kedu bagian dari Negara Agung. Pada tahun 1753 RM Said ( P.Sambernyawa) menemui pamannya Pangeran Hadiwijaya di desa Tegal Bayem ( letak desa ini belum diketahui ). Setelah pertemuan itu , Pangeran Hadiwijaya melanjutkan perlawanan di daerah Magelang sekarang ini. Mas Ajeng Gondosari adalah salah satu istrinya yang setia mengikuti dalam perlawanan. Mas Ajeng ini yang selalu memberikan motivasi, dorongan dan dukungan untuk melakukan perlawanan.  Dalam melakukan perlawanan medan tempur mereka bagi sebagai siasat dan strategi perang. Pangeran Hadiwijaya memilih melakukan pertemuran di daerah Kedu bagian dari Negara Agung. Pada tahun 1753 RM Said ( P.Sambernyawa) menemui pamannya Pangeran Hadiwijaya di desa Tegal Bayem ( letak desa ini belum diketahui ). Setelah pertemuan itu , Pangeran Hadiwijaya melanjutkan perlawanan di daerah Magelang sekarang ini. Mas Ayu Gondosari adalah salah satu istrinya yang setia mengikuti dalam perlawanan. Mas Ayu Gondosari ini yang selalu memberikan motivasi, dorongan dan dukungan untuk melakukan perlawanan. 
Namun  1753 ketika Pangeran Hadiwijaya sedang mandi  di Kali Butek Kali Abu , disergap oleh pasukan VOC pimpinan Letnan Gulman. Ketika sedang melompat ke atas kuda untuk mengambil senjata, beliau tertembak. Kepala nya kemudian dipenggal  didepan isterinya. Oleh Letnan Gulman kepalanya dibawa ke erwakilan VOC di  Semarang untuk dimintakan hadiah. Sedangakan oleh isteinya  Mas Ayu Gondosari  bersama pengikutnya jenasahnya dimakamkan di Kali Abu Salaman Magelang.
                Kelak setelah Perjanjian Giyanti  13 Januari 1755 Pangeran Mangkubumi menjadi raja di Kasultanan Yogyakarta . Setelah Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757, RM Said menjadi Adipati  dengan gelar KGPAA Mangkunegara I di wilayah Mangkunegaran Solo. Baik P.Mangkubumi ( HB I) dan RM Said / Pangeran Sambernyawa ( MN I ) telah diangkat menjadi Pahlawan Nasional oleh negara. Kelak salah satu cicit ( buyut ) Pangeran Hadiwijaya ini yang bertahta sebagai Mangkunegara IV . Secara genealogis sejak Mangkunegara IV sampai sekarang Mangkunegara IX adalah keturunan dari  GPH Hadiwijaya.

Takdir memang menentukan lain, ketika perjuangan keponakannya yaitu, RM Said membuahkan hasil menjadi Adipate ( raja kecil otonom di Mangkunegaran ), dan  adiknya yaitu Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan di Kasultanan Yogyakarta. Namun, Pangeran Hadiwijaya kelak cicit nya lah yang menerima anugerah untuk menduduki tahta di Mangkunegaran sampai ke turunanannya.Akhir dari perjuangan selama hampir 20 tahun, justru memberikan nasib yang tragis bagi Pangeran Hadiwijaya. Pengorbanan begitu tinggi, tewas dalam pertempuran di Kali Butek Kali Abu dalam kondisi  tidak siap dan seimbang. Kepala nya dipacung dan kemudian dibawa ke Semarang untuk dimintakan hadiah kepada Pembesar VOC di sana. Setelah Belanda pergi dan negara yang merdeka harapan telah terwujud , jasa dan jasadnya telah dilupakan. Kalau Pangeran Mangkubumi dan RM Said mengakhiri perlawanan mendapatkan kedudukan sebagai seorang raja dan adipati. Perjuangannya pun diakui oleh negara Republik Indonesia dengan dianugerahi gelar pahlawan nasional. Tetapi Pangeran Hadiwijaya terlupakan, mungkin hanya keluarga Mangkunegaran saja yang masih rutin berziarah setiap tahunnya. Masyarakat luas bahkan pemerintah daerahpun seolah tidak peduli dengan keberadaannya. Nasib tragis seorang pejuang dalam akhir hidupnya maupun setelah kematiannya.







Selasa, 26 September 2017

RM Ibu Haji Ciganea Cipularang Km 72


Salah satu tugas yang harus saya jalani ketika semester ganjil adalah monitoring Prakerin (Praktek Kerja Industri ) atau sistem magang dalam model  pembelajaran  di SMK .  Tahun  pelajaran 2017-2018 ini mendapat jatah untuk di Bandung.  Untuk di Bandung memang , tergolong tentative, artinya tidak setiap tahun ada yang kerja magang di sana. Padahal adalah beberapa  perusahaan yang menyediakan diri untuk bersedia ditempatkan kerja magang seperti  Pikiran Rakyat, PT Gramedia  Bandung, Krisna Batara . Tahun ini adalah  ada di PT Letter Mas, Jln. M. Toha Cigalegar Bandung.
Jumat tanggal 15 September 2017, adalah putaran terakhir untuk monitoring . Mengingat bulan Oktober nanti siswa kelas 12 sudah harus kembali ke sekolah lagi. Persiapan untuk tugas luar kota selalu saya sampaikan kepada keluarga. Hari itu , saya mempersiapkan  diri, sebelum berangkat ke Bandung, beberapa tugas domestic baik tugas mengajar dan tugas tugas structural saya selesaikan terlebih dahulu. Saya sudah memperkirakan untuk kembali ke Jakarta lagi pasti sampai malam.
Pukul 09.30 kami berlima   saya, Pak Sutiawan  ( Waka Kurikulum ), Pak Danar  , Pak Purnomo dan Ibu Hotma ( belum ibu…masih  Nona….dahulu siswa sekarang rekan kerja). Kami naik  PAJERO SPORT milik  Pak Sutiawan..yang beliau kemudikan sendiri. Sebenarnya mau mengajak Pak Hendra untuk menjadi driver cadangan, namun yang bersangkutan sedang ada kegiatan MGMP. 
Sudah beberapa kali saya melakukan monitoring ke Bandung, dan perjalanan ke Bandung itu sangat mengasyikan melewati Tol Cipularang . Entah sudah berapa kali TOL itu saya  lewati. Seingat saya 6 bulan setelah diresmikan  Ibu Megawati Sukarnoputeri , dan kondisi jalan masih belum lengkap saya berkesempatan lewat TOL itu.  Selain itu juga  kulinernya yang selalu mendorong untuk ikut ke Bandung.
Untuk kami bertiga memang sudah untuk keberapa kali mengikuti monitoring ini, tetapi untuk Pak Purnomo dan  Bu Hotma untuk yang pertama kali.  Pak Supriyanto…rekan saya mengajar mengatakan…nanti istirahatnya di  RM Ciganea itu….coba dech ada yang beda ….hmmm.  Walauun kapasitas makan saya terbatas, tapi sungguh merupakan refreshing juga.
                Pukul 11.45 sampailah di Rest Area Km 72 Cipularang. Tertera papan nama  RM  IHC  ( Ibu Haji Ciganea). Berlima kami masuki, memilih saung, nomer 8  untuk lebih rileks setelah perjalanan agak lama.

Tak lama kemudian , pramusaji sudah menyajikan seperangkat hidangan sangat lengkap  gepuk ,pepes ikan mas, ikan mas goreng, pepes tahu, tahu tempe goreng,  ikan wader goreng (beunter goreng  Sunda), ayam goreng , burung melon ,tutut,goreng, bakwan goreng , buah potong , sayurp asem, lalapan, 2 bakul nasi, sambel 2 cobek,. Sangat mengoda untk segera di makan..dari sekian itu semula saya tertarik pada gepuknya.  

Selasa, 11 April 2017

PERANAN RAKYAT SALAMAN DALAM PERANG DIPONEGORO



    ( Gambar Kuno serangan ke Magelang )                                                                                                                   
                                                                                                                                                                Menoreh pada masa colonial Belanda dahulu adalah nama untuk wilayah administrasi Salaman sekarang ini. Sebagai  Distrik bagian dari Regenschap Magelang sejak didirikan oleh Pemerintah Inggris pada  tahun 1810. Menoreh dipandang sangat penting bagi kalangan colonial Belanda. Karena berada di lembah Pegunungan Menoreh yang menjadi perbatasan dengan wilayah Kasultanan Yogyakarta dan Purworejo. Menoreh juga dilintasi jalur lama dari Magelang menuju Purworejo melewati  Dengkeng ( punggung Pegunungan Menoreh ), Cacaban, Kacangan, Banyuasin Kembaran sampai Tumbak Anyar ) yang nanti akan bertemu dengan jalan yang ke Gowong Menoreh Dekso lewat Tedunan  ( periksa Saleh A. Djamhari ,2004  119).Perang Diponegoro diawali pada 21 Juli 1825 , ketika Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dan pengikut yang berkumpul di Tegalrejo Yogyakarta. Pertempuran diawali oleh pemanggilan Residen Smissaerst terhadap Diponegoro . Pemanggilan ini berkaitan pertanggungjawaban terhadap berkumpulnya beberapa orang di daerah Kedua. Selain itu juga masalah pencabutan tiang pancang pembuatan jalan yang melintasi tanah Diponegoro tanpa ijin. Namun selain itu antara Diponegoro dengan Residen Smissaerst di Yogyakarta telah terjadi konflik pribadi. Mereka saling mempermalukan di depan umum.
Balai Desa Menoreh yang dibangun masa kepemimpinan 
Kepala Desa  Pak Much Cholil terdapat relief P. Diponegoro
menunjukan eksistensi dan pengakuan desa terhadap perjuangannya


            Ndalem Tegalrejo tempat Diponegoro tinggal, kemudian dikepung ,dihancurkan dan dibakar oleh pasukan Belanda. Diponegoro berhasil melarikan diri dengan jalan lari menjebol tembok barat pendopo. Diponegoro dan pengikutnya kemudian mundur ke Selarong yang telah dipersiapkan sebagai markas Besar.Peristiwa di Tegalrejo kemudian memicu perlawanan di beberapa tempat. Pada Tanggal 23 Juli 1825 distrik Probolinggo ( Salam ) dengan menyergap dan merampas pasukan bantuan. Pada tanggal 26 Juli 1825 perlawanan rakyat dilakukan dengan menyerbu Kota Magelang sebagai kediaman Bupati Magelang waktu itu. RA Danoeningrat I. Ndalem Kabupaten Magelang yang hanya dijaga oleh 50 orang menjadi sasaran penyerangan, menjadikan Bupati Danoeningrat dan pejabat karesidenan panik luar biasa. Kejadian itu juga terjadi di MENOREH ,perlawanan juga pecah dengan membakar dan merusak rumah rumah orang Belanda. :Saleh A Djambhari : 2004)

Perang Diponegoro  disebut juga  dengan istilah Perang Jawa (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog) adalah perang besar  selama lima tahun (1825-1830) di Pulau Jawa, masa colonial Hindia Belanda.Perang ini  salah satu pertempuran terbesar yang  dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara. Melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock berhadapan dengan hampir penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Bagi masyarakat Jawa, perang itu sangat melegenda, yang melahirkan banyak cerita rakyat,mitos, dan legenda di tiap-tiap daerah perangnya. Dampak perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sedangkan  korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang ini menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa semakin kuat. Wilayah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta dikurangi, karena ikut bertanggung jawab akbat terjadinya perang.

            Pada masa perang Diponegoro ( 1825-1830 ) Menoreh memiliki peran yang sangat penting bagi perjuangan. Bagi pemerintah colonial Belanda cukup diperhitungkan keberadaannya. Rakyat Menoreh sangat menghormati sosok Diponegoro bahkan menghormatinya sebagai seorang sultan. Operasi territorial yang menerapkan metode intimidasi dan persuasi itu tidak banyak berhasil. Tindakan keras belanda terhada para penatus dan bekel yang dianggap tidak membantu menegakan keamanan tidak banyak membuahkan hasil.Mereka gigih tetap melindungi pasukan Diponegoro. ( periksa :Saleh A Djambhari : 2004 hal.119). Diponegoro sendiri menempatkan salah satu anaknya untuk menjadi pemimpin di perbukitan Menoreh.
            Belanda membuat pertahanan di Menoreh untuk menghadapi Diponegoro dengan ditempatkan pasukan Kolone Mobil 6 dipimpin Kolonel Cleerens. Dalam menghadapi Diponegoro Clerens memadukan dua operasi sekaligus, yaitu operasi tempur dan territorial. Bagi Belanda rakyat di Pegunungan Menoreh,, Trayumas,Kelir,Gowong, Ledok dan bagelen dinilai tidak bersahabat. Rakyat tidak ada yang mau memberikan informasi kepada Belanda tentang keberadaan pasukan Diponegoro. Ketika pasukan Belanda datang, pasar-pasar menjadi sepi, rakyat meninggalkan rumah mereka. ( periksa :Saleh A Djambhari : 2004 hal 119)


( SD Negeri Beteng 1 Menoreh, didirkan dibekas Beteng Belanda di Menoreh )
            Perang Diponegoro berlangsung cukup lama, Belanda merasakan kerugian cukup besar. Oleh karena itu dipergunakan siasat licik untuk menghakhir perang. Pada hari Senin 16 Preburari 1830 Diponegoro tiba di Remokawal daerah milik kasultanan Yogyakarta guna melakukan pertemuan dengan Kolonel Cleerens. Dalam pertemuan itu disetujui untuk berunding dengan jenderal Baron H Merkus De Kock di Magelang. Dalam perjalanan menuju Magelang Dipoengoro menolak melalui rute yang telah direncanakan. Menurutnya jika ia pergi ke magelang melalui Kalirejo –Kaliabu-Menoreh-Borobudur-magelang berarti tiga kali menyemberangi sungai Bogowonto., sesuatu yang menjadi pantangannya.  Kemudian diputuskan untuk mrengambil jalan memutar menyeberang Sungai Bogowonto di hilir.
            Pada tanggal 21 Pebruari 1830 Diponegoro tiba di Menoreh dengan pengawalan 700 prajurit. Kedatangannya disambut rakyat dengan penghormatan yang luar biasa. Rakyat secara sukarela Sedangkan Pasukan Diponegoro di Menoreh dipimpin oleh Mangkudiningrat sedangkan daerah pegunung Menoreh dipimpin oleh RM Sadewo atau Bagus Singlon. Putera DIponegoro dengan RA Mangkorowato. Pegunungan Menoreh yang membentak disebelah selatan Menoreh itu menjadi medan gerilya yang sulit ditaklukan oleh Belanda.  



            Perang Diponegoro berlangsung cukup lama, Belanda merasakan kerugian cukup besar. Oleh karena itu dipergunakan siasat licik untuk menghakhir perang. Pada hari Senin 16 Preburari 1830 Diponegoro tiba di Remokawal daerah milik kasultanan Yogyakarta guna melakukan pertemuan dengan Kolonel Cleerens. Dalam pertemuan itu disetujui untuk berunding dengan jenderal Baron H Merkus De Kock di Magelang. Dalam perjalanan menuju Magelang Dipoengoro menolak melalui rute yang telah direncanakan. Menurutnya jika ia pergi ke magelang melalui Kalirejo –Kaliabu-Menoreh-Borobudur-magelang berarti tiga kali menyemberangi sungai Bogowonto., sesuatu yang menjadi pantangannya.  Kemudian diputuskan untuk mrengambil jalan memutar menyeberang Sungai Bogowonto di hilir.      Pada tanggal 21 Pebruari 1830 Diponegoro tiba di Menoreh dengan pengawalan 700 prajurit. Kedatangannya disambut rakyat dengan penghormatan yang luar biasa. Rakyat secara sukarela menyediakan berbagai makan untuk prajurit Diponegoro ( periksa :Saleh A Djambhari : 2004 hall 220 ).
Ruas Jalan Utama Desa Menoreh, merupakan jalan raya kuno yang menghubungkan Kota Magelang dengan daerah Purworejo melewati Kacangan Banyuasin lereng Pegunung Menoreh . Tampak latar berlakang adalah jajaran Pegunungan Menoreh. 

            Pembelotan dan jumlah tawanan dari pihak pemberontak semakin meningkat. Pada bulan April 1929 Kiai Mojo di tangkap dan diasingkan ke Menado. Penangkapan Kiai Mojo kemudian diikuti dengan menyerahnya Pangeran Mangkubumi dan Sentot Alibasyah Pawirodirdjo. Kondisi ini membuat psikologis  Diponegoro semakin menurun, dan akhirnya bersedia melakukan perundiangan di Magelang pada tanggal 28 Maret 1825 Diponegoro , dua  orang puteranyayang masih kecil , Basah martonegoro, Kiai Haji Ngisa, Kiai Haji Badarudin dan dua orang abdi setianya Rata dan Bantengwareng.
SD Negeri Beteng  Desa Menoreh, berada di bekas Beteng Belanda dalam politik kolonial Beteng Stelsel. 

            Pertemuan di Karesidenan Kedu Magelang ini, bagi Diponegoro dianggap sebagai perte muan silaturahmi yang berkaitan dengan Idul Fitri sesuai adat istiadat jawa. Namun oleh Jenderal de Kock digunakan untuk menangkap dan melucuti Pangeran Diponegoro. Siasat dan tipu muslihat yang mengalahkan perang besar itu. Kemarahan atas tipu mulihat itu, terlihat dari guratan kuku Diponegoro di kursi tempat duduknya yang masih tersimpan di Gedung Karesidenan Kedu.

            Menoreh daerah yang berada di sisi selatan Kabupaten Magelang telah memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi perlawanan Diponegoro terhadap colonial Belanda. Sikap rakyat Menoreh sama seperti sikap rakyat Kabupaten Magelang yang mendukung dan melindungi pasukan Diponegoro. Ini berbeda dengan sikap yang ditunjukan oleh RAA Danoeningrat yang berpihak kepada Belanda. Danoeningrat sendiri tewas di pertempuran Kalijengking Salam Muntilan Magelang. Sikap kebanyakan rakyat Menoreh itu, tidak sebagaimana sikap Kiai Gadjah Lamong, Kiai Brengkel dan Kiai Salam mereka bekerja di bawah Bupati Danoeningrat yang berpihak kepada Belanda.  
R. Alwi alias Angabehi Danoekromo atau RAA Danoeningrat I Bupati pertama Magelang(Sumber Foto  Komunitas Kota Toea Magelang)

Ketiga kiai tersebut yaitu Kiai Gajah Lamong, Kiai Brengkel /Kiai Peti dan Kiai Abdul Salam    justru yang menewaskan para manggala manggala Pangeran Diponegoro seperti Demang Paningrom, Patiwangi, Eyang Guru Jati,Pangeran Suryogathi, Demang Rogowijoyo. Kelima manggala itu dimakamkan di  Alas Ketonggo Sambiroto Purwomartani Kalasan Sleman. ( Suryadi Suryaningrat  dlm Bokor Kencana Harian Bernas  hal 12 Tgl 2 Januari 1996 ) Sedangkan makam ketiga kiai tersebut berada di Dusun Brengkel Desa Salaman . Letaknya tidak dalam satu pemakaman. Makam Kiai Gajah Lamong sejak tahun 1990 sudah tidak bisa diakses umum karena berada di tengah SMK Muhammadiyah Salaman. Kiai Brengkel sering disebut dengan nama Kiai Peti berada di Pemakaman Brengkel II, banyak dikunjungi peziarah untuk berbagai motivasi. Sedangkan Kiai Salam berada di Dusun Brengkel I , tidak jauh dari Bekas Pendopo Kawedanan dan SMA Negeri Salaman.