Selasa, 11 April 2017

PERANAN RAKYAT SALAMAN DALAM PERANG DIPONEGORO



    ( Gambar Kuno serangan ke Magelang )                                                                                                                   
                                                                                                                                                                Menoreh pada masa colonial Belanda dahulu adalah nama untuk wilayah administrasi Salaman sekarang ini. Sebagai  Distrik bagian dari Regenschap Magelang sejak didirikan oleh Pemerintah Inggris pada  tahun 1810. Menoreh dipandang sangat penting bagi kalangan colonial Belanda. Karena berada di lembah Pegunungan Menoreh yang menjadi perbatasan dengan wilayah Kasultanan Yogyakarta dan Purworejo. Menoreh juga dilintasi jalur lama dari Magelang menuju Purworejo melewati  Dengkeng ( punggung Pegunungan Menoreh ), Cacaban, Kacangan, Banyuasin Kembaran sampai Tumbak Anyar ) yang nanti akan bertemu dengan jalan yang ke Gowong Menoreh Dekso lewat Tedunan  ( periksa Saleh A. Djamhari ,2004  119).Perang Diponegoro diawali pada 21 Juli 1825 , ketika Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dan pengikut yang berkumpul di Tegalrejo Yogyakarta. Pertempuran diawali oleh pemanggilan Residen Smissaerst terhadap Diponegoro . Pemanggilan ini berkaitan pertanggungjawaban terhadap berkumpulnya beberapa orang di daerah Kedua. Selain itu juga masalah pencabutan tiang pancang pembuatan jalan yang melintasi tanah Diponegoro tanpa ijin. Namun selain itu antara Diponegoro dengan Residen Smissaerst di Yogyakarta telah terjadi konflik pribadi. Mereka saling mempermalukan di depan umum.
Balai Desa Menoreh yang dibangun masa kepemimpinan 
Kepala Desa  Pak Much Cholil terdapat relief P. Diponegoro
menunjukan eksistensi dan pengakuan desa terhadap perjuangannya


            Ndalem Tegalrejo tempat Diponegoro tinggal, kemudian dikepung ,dihancurkan dan dibakar oleh pasukan Belanda. Diponegoro berhasil melarikan diri dengan jalan lari menjebol tembok barat pendopo. Diponegoro dan pengikutnya kemudian mundur ke Selarong yang telah dipersiapkan sebagai markas Besar.Peristiwa di Tegalrejo kemudian memicu perlawanan di beberapa tempat. Pada Tanggal 23 Juli 1825 distrik Probolinggo ( Salam ) dengan menyergap dan merampas pasukan bantuan. Pada tanggal 26 Juli 1825 perlawanan rakyat dilakukan dengan menyerbu Kota Magelang sebagai kediaman Bupati Magelang waktu itu. RA Danoeningrat I. Ndalem Kabupaten Magelang yang hanya dijaga oleh 50 orang menjadi sasaran penyerangan, menjadikan Bupati Danoeningrat dan pejabat karesidenan panik luar biasa. Kejadian itu juga terjadi di MENOREH ,perlawanan juga pecah dengan membakar dan merusak rumah rumah orang Belanda. :Saleh A Djambhari : 2004)

Perang Diponegoro  disebut juga  dengan istilah Perang Jawa (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog) adalah perang besar  selama lima tahun (1825-1830) di Pulau Jawa, masa colonial Hindia Belanda.Perang ini  salah satu pertempuran terbesar yang  dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara. Melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock berhadapan dengan hampir penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Bagi masyarakat Jawa, perang itu sangat melegenda, yang melahirkan banyak cerita rakyat,mitos, dan legenda di tiap-tiap daerah perangnya. Dampak perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sedangkan  korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang ini menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa semakin kuat. Wilayah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta dikurangi, karena ikut bertanggung jawab akbat terjadinya perang.

            Pada masa perang Diponegoro ( 1825-1830 ) Menoreh memiliki peran yang sangat penting bagi perjuangan. Bagi pemerintah colonial Belanda cukup diperhitungkan keberadaannya. Rakyat Menoreh sangat menghormati sosok Diponegoro bahkan menghormatinya sebagai seorang sultan. Operasi territorial yang menerapkan metode intimidasi dan persuasi itu tidak banyak berhasil. Tindakan keras belanda terhada para penatus dan bekel yang dianggap tidak membantu menegakan keamanan tidak banyak membuahkan hasil.Mereka gigih tetap melindungi pasukan Diponegoro. ( periksa :Saleh A Djambhari : 2004 hal.119). Diponegoro sendiri menempatkan salah satu anaknya untuk menjadi pemimpin di perbukitan Menoreh.
            Belanda membuat pertahanan di Menoreh untuk menghadapi Diponegoro dengan ditempatkan pasukan Kolone Mobil 6 dipimpin Kolonel Cleerens. Dalam menghadapi Diponegoro Clerens memadukan dua operasi sekaligus, yaitu operasi tempur dan territorial. Bagi Belanda rakyat di Pegunungan Menoreh,, Trayumas,Kelir,Gowong, Ledok dan bagelen dinilai tidak bersahabat. Rakyat tidak ada yang mau memberikan informasi kepada Belanda tentang keberadaan pasukan Diponegoro. Ketika pasukan Belanda datang, pasar-pasar menjadi sepi, rakyat meninggalkan rumah mereka. ( periksa :Saleh A Djambhari : 2004 hal 119)


( SD Negeri Beteng 1 Menoreh, didirkan dibekas Beteng Belanda di Menoreh )
            Perang Diponegoro berlangsung cukup lama, Belanda merasakan kerugian cukup besar. Oleh karena itu dipergunakan siasat licik untuk menghakhir perang. Pada hari Senin 16 Preburari 1830 Diponegoro tiba di Remokawal daerah milik kasultanan Yogyakarta guna melakukan pertemuan dengan Kolonel Cleerens. Dalam pertemuan itu disetujui untuk berunding dengan jenderal Baron H Merkus De Kock di Magelang. Dalam perjalanan menuju Magelang Dipoengoro menolak melalui rute yang telah direncanakan. Menurutnya jika ia pergi ke magelang melalui Kalirejo –Kaliabu-Menoreh-Borobudur-magelang berarti tiga kali menyemberangi sungai Bogowonto., sesuatu yang menjadi pantangannya.  Kemudian diputuskan untuk mrengambil jalan memutar menyeberang Sungai Bogowonto di hilir.
            Pada tanggal 21 Pebruari 1830 Diponegoro tiba di Menoreh dengan pengawalan 700 prajurit. Kedatangannya disambut rakyat dengan penghormatan yang luar biasa. Rakyat secara sukarela Sedangkan Pasukan Diponegoro di Menoreh dipimpin oleh Mangkudiningrat sedangkan daerah pegunung Menoreh dipimpin oleh RM Sadewo atau Bagus Singlon. Putera DIponegoro dengan RA Mangkorowato. Pegunungan Menoreh yang membentak disebelah selatan Menoreh itu menjadi medan gerilya yang sulit ditaklukan oleh Belanda.  



            Perang Diponegoro berlangsung cukup lama, Belanda merasakan kerugian cukup besar. Oleh karena itu dipergunakan siasat licik untuk menghakhir perang. Pada hari Senin 16 Preburari 1830 Diponegoro tiba di Remokawal daerah milik kasultanan Yogyakarta guna melakukan pertemuan dengan Kolonel Cleerens. Dalam pertemuan itu disetujui untuk berunding dengan jenderal Baron H Merkus De Kock di Magelang. Dalam perjalanan menuju Magelang Dipoengoro menolak melalui rute yang telah direncanakan. Menurutnya jika ia pergi ke magelang melalui Kalirejo –Kaliabu-Menoreh-Borobudur-magelang berarti tiga kali menyemberangi sungai Bogowonto., sesuatu yang menjadi pantangannya.  Kemudian diputuskan untuk mrengambil jalan memutar menyeberang Sungai Bogowonto di hilir.      Pada tanggal 21 Pebruari 1830 Diponegoro tiba di Menoreh dengan pengawalan 700 prajurit. Kedatangannya disambut rakyat dengan penghormatan yang luar biasa. Rakyat secara sukarela menyediakan berbagai makan untuk prajurit Diponegoro ( periksa :Saleh A Djambhari : 2004 hall 220 ).
Ruas Jalan Utama Desa Menoreh, merupakan jalan raya kuno yang menghubungkan Kota Magelang dengan daerah Purworejo melewati Kacangan Banyuasin lereng Pegunung Menoreh . Tampak latar berlakang adalah jajaran Pegunungan Menoreh. 

            Pembelotan dan jumlah tawanan dari pihak pemberontak semakin meningkat. Pada bulan April 1929 Kiai Mojo di tangkap dan diasingkan ke Menado. Penangkapan Kiai Mojo kemudian diikuti dengan menyerahnya Pangeran Mangkubumi dan Sentot Alibasyah Pawirodirdjo. Kondisi ini membuat psikologis  Diponegoro semakin menurun, dan akhirnya bersedia melakukan perundiangan di Magelang pada tanggal 28 Maret 1825 Diponegoro , dua  orang puteranyayang masih kecil , Basah martonegoro, Kiai Haji Ngisa, Kiai Haji Badarudin dan dua orang abdi setianya Rata dan Bantengwareng.
SD Negeri Beteng  Desa Menoreh, berada di bekas Beteng Belanda dalam politik kolonial Beteng Stelsel. 

            Pertemuan di Karesidenan Kedu Magelang ini, bagi Diponegoro dianggap sebagai perte muan silaturahmi yang berkaitan dengan Idul Fitri sesuai adat istiadat jawa. Namun oleh Jenderal de Kock digunakan untuk menangkap dan melucuti Pangeran Diponegoro. Siasat dan tipu muslihat yang mengalahkan perang besar itu. Kemarahan atas tipu mulihat itu, terlihat dari guratan kuku Diponegoro di kursi tempat duduknya yang masih tersimpan di Gedung Karesidenan Kedu.

            Menoreh daerah yang berada di sisi selatan Kabupaten Magelang telah memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi perlawanan Diponegoro terhadap colonial Belanda. Sikap rakyat Menoreh sama seperti sikap rakyat Kabupaten Magelang yang mendukung dan melindungi pasukan Diponegoro. Ini berbeda dengan sikap yang ditunjukan oleh RAA Danoeningrat yang berpihak kepada Belanda. Danoeningrat sendiri tewas di pertempuran Kalijengking Salam Muntilan Magelang. Sikap kebanyakan rakyat Menoreh itu, tidak sebagaimana sikap Kiai Gadjah Lamong, Kiai Brengkel dan Kiai Salam mereka bekerja di bawah Bupati Danoeningrat yang berpihak kepada Belanda.  
R. Alwi alias Angabehi Danoekromo atau RAA Danoeningrat I Bupati pertama Magelang(Sumber Foto  Komunitas Kota Toea Magelang)

Ketiga kiai tersebut yaitu Kiai Gajah Lamong, Kiai Brengkel /Kiai Peti dan Kiai Abdul Salam    justru yang menewaskan para manggala manggala Pangeran Diponegoro seperti Demang Paningrom, Patiwangi, Eyang Guru Jati,Pangeran Suryogathi, Demang Rogowijoyo. Kelima manggala itu dimakamkan di  Alas Ketonggo Sambiroto Purwomartani Kalasan Sleman. ( Suryadi Suryaningrat  dlm Bokor Kencana Harian Bernas  hal 12 Tgl 2 Januari 1996 ) Sedangkan makam ketiga kiai tersebut berada di Dusun Brengkel Desa Salaman . Letaknya tidak dalam satu pemakaman. Makam Kiai Gajah Lamong sejak tahun 1990 sudah tidak bisa diakses umum karena berada di tengah SMK Muhammadiyah Salaman. Kiai Brengkel sering disebut dengan nama Kiai Peti berada di Pemakaman Brengkel II, banyak dikunjungi peziarah untuk berbagai motivasi. Sedangkan Kiai Salam berada di Dusun Brengkel I , tidak jauh dari Bekas Pendopo Kawedanan dan SMA Negeri Salaman.