( Gambar Kuno serangan ke Magelang )
Menoreh pada
masa colonial Belanda dahulu adalah nama untuk wilayah administrasi Salaman
sekarang ini. Sebagai Distrik bagian
dari Regenschap Magelang sejak didirikan oleh Pemerintah Inggris pada tahun 1810. Menoreh dipandang sangat penting
bagi kalangan colonial Belanda. Karena berada di lembah Pegunungan Menoreh yang
menjadi perbatasan dengan wilayah Kasultanan Yogyakarta dan Purworejo. Menoreh
juga dilintasi jalur lama dari Magelang menuju Purworejo melewati Dengkeng ( punggung Pegunungan Menoreh ), Cacaban,
Kacangan, Banyuasin Kembaran sampai Tumbak Anyar ) yang nanti akan bertemu
dengan jalan yang ke Gowong Menoreh Dekso lewat Tedunan ( periksa Saleh A. Djamhari ,2004 119).Perang Diponegoro diawali pada 21 Juli 1825 , ketika Belanda
melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dan pengikut yang berkumpul di
Tegalrejo Yogyakarta. Pertempuran diawali oleh pemanggilan Residen Smissaerst
terhadap Diponegoro . Pemanggilan ini berkaitan pertanggungjawaban terhadap
berkumpulnya beberapa orang di daerah Kedua. Selain itu juga masalah pencabutan
tiang pancang pembuatan jalan yang melintasi tanah Diponegoro tanpa ijin. Namun
selain itu antara Diponegoro dengan Residen Smissaerst di Yogyakarta telah
terjadi konflik pribadi. Mereka saling mempermalukan di depan umum.
Balai Desa Menoreh yang dibangun masa kepemimpinan
Kepala Desa Pak Much Cholil terdapat relief P. Diponegoro
menunjukan eksistensi dan pengakuan desa terhadap perjuangannya
|
Ndalem
Tegalrejo tempat Diponegoro tinggal, kemudian dikepung ,dihancurkan dan dibakar
oleh pasukan Belanda. Diponegoro berhasil melarikan diri dengan jalan lari
menjebol tembok barat pendopo. Diponegoro dan pengikutnya kemudian mundur ke
Selarong yang telah dipersiapkan sebagai markas Besar.Peristiwa di Tegalrejo kemudian
memicu perlawanan di beberapa tempat. Pada Tanggal 23 Juli 1825 distrik
Probolinggo ( Salam ) dengan menyergap dan merampas pasukan bantuan. Pada
tanggal 26 Juli 1825 perlawanan rakyat dilakukan dengan menyerbu Kota Magelang
sebagai kediaman Bupati Magelang waktu itu. RA Danoeningrat I. Ndalem Kabupaten
Magelang yang hanya dijaga oleh 50 orang menjadi sasaran penyerangan, menjadikan
Bupati Danoeningrat dan pejabat karesidenan panik luar biasa. Kejadian itu juga
terjadi di MENOREH ,perlawanan juga
pecah dengan membakar dan merusak rumah rumah orang Belanda. :Saleh A Djambhari : 2004)
Perang Diponegoro disebut juga
dengan istilah Perang Jawa (Inggris:The Java War, Belanda: De Java
Oorlog) adalah perang besar selama lima
tahun (1825-1830) di Pulau Jawa, masa colonial Hindia Belanda.Perang ini salah satu pertempuran terbesar yang dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya
di Nusantara. Melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock
berhadapan dengan hampir penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.
Bagi masyarakat Jawa, perang itu sangat melegenda, yang melahirkan banyak
cerita rakyat,mitos, dan legenda di tiap-tiap daerah perangnya. Dampak perang
ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sedangkan korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000
tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang ini menegaskan penguasaan
Belanda atas Pulau Jawa semakin kuat. Wilayah Kasunanan Surakarta dan
Kasultanan Ngayogyakarta dikurangi, karena ikut bertanggung jawab akbat
terjadinya perang.
Pada masa
perang Diponegoro ( 1825-1830 ) Menoreh memiliki peran yang sangat penting bagi
perjuangan. Bagi pemerintah colonial Belanda cukup diperhitungkan
keberadaannya. Rakyat Menoreh sangat menghormati sosok Diponegoro bahkan
menghormatinya sebagai seorang sultan. Operasi territorial yang menerapkan
metode intimidasi dan persuasi itu tidak banyak berhasil. Tindakan keras
belanda terhada para penatus dan bekel yang dianggap tidak membantu menegakan
keamanan tidak banyak membuahkan hasil.Mereka gigih tetap melindungi pasukan
Diponegoro. ( periksa :Saleh A Djambhari : 2004 hal.119). Diponegoro sendiri
menempatkan salah satu anaknya untuk menjadi pemimpin di perbukitan Menoreh.
Belanda
membuat pertahanan di Menoreh untuk menghadapi Diponegoro dengan ditempatkan
pasukan Kolone Mobil 6 dipimpin Kolonel Cleerens. Dalam menghadapi Diponegoro
Clerens memadukan dua operasi sekaligus, yaitu operasi tempur dan territorial.
Bagi Belanda rakyat di Pegunungan Menoreh,, Trayumas,Kelir,Gowong, Ledok dan
bagelen dinilai tidak bersahabat. Rakyat tidak ada yang mau memberikan
informasi kepada Belanda tentang keberadaan pasukan Diponegoro. Ketika pasukan
Belanda datang, pasar-pasar menjadi sepi, rakyat meninggalkan rumah mereka.
( periksa :Saleh A Djambhari :
2004 hal 119)
( SD Negeri Beteng 1 Menoreh, didirkan dibekas Beteng Belanda di Menoreh )
Perang
Diponegoro berlangsung cukup lama, Belanda merasakan kerugian cukup besar. Oleh
karena itu dipergunakan siasat licik untuk menghakhir perang. Pada hari Senin
16 Preburari 1830 Diponegoro tiba di Remokawal daerah milik kasultanan
Yogyakarta guna melakukan pertemuan dengan Kolonel Cleerens. Dalam pertemuan
itu disetujui untuk berunding dengan jenderal Baron H Merkus De Kock di
Magelang. Dalam perjalanan menuju Magelang Dipoengoro menolak melalui rute yang
telah direncanakan. Menurutnya jika ia pergi ke magelang melalui Kalirejo
–Kaliabu-Menoreh-Borobudur-magelang berarti tiga kali menyemberangi sungai
Bogowonto., sesuatu yang menjadi pantangannya.
Kemudian diputuskan untuk mrengambil jalan memutar menyeberang Sungai
Bogowonto di hilir.
Pada tanggal
21 Pebruari 1830 Diponegoro tiba di Menoreh dengan pengawalan 700 prajurit.
Kedatangannya disambut rakyat dengan penghormatan yang luar biasa. Rakyat
secara sukarela Sedangkan Pasukan Diponegoro di Menoreh dipimpin oleh
Mangkudiningrat sedangkan daerah pegunung Menoreh dipimpin oleh RM Sadewo atau
Bagus Singlon. Putera DIponegoro dengan RA Mangkorowato. Pegunungan Menoreh
yang membentak disebelah selatan Menoreh itu menjadi medan gerilya yang sulit
ditaklukan oleh Belanda.
Perang
Diponegoro berlangsung cukup lama, Belanda merasakan kerugian cukup besar. Oleh
karena itu dipergunakan siasat licik untuk menghakhir perang. Pada hari Senin
16 Preburari 1830 Diponegoro tiba di Remokawal daerah milik kasultanan
Yogyakarta guna melakukan pertemuan dengan Kolonel Cleerens. Dalam pertemuan
itu disetujui untuk berunding dengan jenderal Baron H Merkus De Kock di
Magelang. Dalam perjalanan menuju Magelang Dipoengoro menolak melalui rute yang
telah direncanakan. Menurutnya jika ia pergi ke magelang melalui Kalirejo
–Kaliabu-Menoreh-Borobudur-magelang berarti tiga kali menyemberangi sungai
Bogowonto., sesuatu yang menjadi pantangannya.
Kemudian diputuskan untuk mrengambil jalan memutar menyeberang Sungai
Bogowonto di hilir. Pada tanggal 21
Pebruari 1830 Diponegoro tiba di Menoreh dengan pengawalan 700 prajurit. Kedatangannya
disambut rakyat dengan penghormatan yang luar biasa. Rakyat secara sukarela
menyediakan berbagai makan untuk prajurit Diponegoro ( periksa :Saleh A
Djambhari : 2004 hall 220 ).
Pembelotan
dan jumlah tawanan dari pihak pemberontak semakin meningkat. Pada bulan April
1929 Kiai Mojo di tangkap dan diasingkan ke Menado. Penangkapan Kiai Mojo
kemudian diikuti dengan menyerahnya Pangeran Mangkubumi dan Sentot Alibasyah
Pawirodirdjo. Kondisi ini membuat psikologis
Diponegoro semakin menurun, dan akhirnya bersedia melakukan perundiangan
di Magelang pada tanggal 28 Maret 1825 Diponegoro , dua orang puteranyayang masih kecil , Basah
martonegoro, Kiai Haji Ngisa, Kiai Haji Badarudin dan dua orang abdi setianya
Rata dan Bantengwareng.
SD Negeri Beteng Desa Menoreh, berada di bekas Beteng Belanda dalam politik kolonial Beteng Stelsel. |
Pertemuan di
Karesidenan Kedu Magelang ini, bagi Diponegoro dianggap sebagai perte muan
silaturahmi yang berkaitan dengan Idul Fitri sesuai adat istiadat jawa. Namun
oleh Jenderal de Kock digunakan untuk menangkap dan melucuti Pangeran
Diponegoro. Siasat dan tipu muslihat yang mengalahkan perang besar itu.
Kemarahan atas tipu mulihat itu, terlihat dari guratan kuku Diponegoro di kursi
tempat duduknya yang masih tersimpan di Gedung Karesidenan Kedu.
Menoreh
daerah yang berada di sisi selatan Kabupaten Magelang telah memberikan kontribusi
yang tidak sedikit bagi perlawanan Diponegoro terhadap colonial Belanda. Sikap
rakyat Menoreh sama seperti sikap rakyat Kabupaten Magelang yang mendukung dan
melindungi pasukan Diponegoro. Ini berbeda dengan sikap yang ditunjukan oleh
RAA Danoeningrat yang berpihak kepada Belanda. Danoeningrat sendiri tewas di
pertempuran Kalijengking Salam Muntilan Magelang. Sikap kebanyakan rakyat
Menoreh itu, tidak sebagaimana sikap Kiai Gadjah Lamong, Kiai Brengkel dan Kiai
Salam mereka bekerja di bawah Bupati Danoeningrat yang berpihak kepada Belanda.
R. Alwi alias Angabehi Danoekromo atau RAA Danoeningrat I Bupati pertama Magelang(Sumber Foto Komunitas Kota Toea Magelang)
Ketiga kiai tersebut yaitu Kiai Gajah Lamong, Kiai Brengkel /Kiai Peti dan Kiai Abdul Salam justru yang menewaskan para manggala manggala Pangeran Diponegoro seperti Demang Paningrom, Patiwangi, Eyang Guru Jati,Pangeran Suryogathi, Demang Rogowijoyo. Kelima manggala itu dimakamkan di Alas Ketonggo Sambiroto Purwomartani Kalasan Sleman. ( Suryadi Suryaningrat dlm Bokor Kencana Harian Bernas hal 12 Tgl 2 Januari 1996 ) Sedangkan makam ketiga kiai tersebut berada di Dusun Brengkel Desa Salaman . Letaknya tidak dalam satu pemakaman. Makam Kiai Gajah Lamong sejak tahun 1990 sudah tidak bisa diakses umum karena berada di tengah SMK Muhammadiyah Salaman. Kiai Brengkel sering disebut dengan nama Kiai Peti berada di Pemakaman Brengkel II, banyak dikunjungi peziarah untuk berbagai motivasi. Sedangkan Kiai Salam berada di Dusun Brengkel I , tidak jauh dari Bekas Pendopo Kawedanan dan SMA Negeri Salaman.
R. Alwi alias Angabehi Danoekromo atau RAA Danoeningrat I Bupati pertama Magelang(Sumber Foto Komunitas Kota Toea Magelang)
Ketiga kiai tersebut yaitu Kiai Gajah Lamong, Kiai Brengkel /Kiai Peti dan Kiai Abdul Salam justru yang menewaskan para manggala manggala Pangeran Diponegoro seperti Demang Paningrom, Patiwangi, Eyang Guru Jati,Pangeran Suryogathi, Demang Rogowijoyo. Kelima manggala itu dimakamkan di Alas Ketonggo Sambiroto Purwomartani Kalasan Sleman. ( Suryadi Suryaningrat dlm Bokor Kencana Harian Bernas hal 12 Tgl 2 Januari 1996 ) Sedangkan makam ketiga kiai tersebut berada di Dusun Brengkel Desa Salaman . Letaknya tidak dalam satu pemakaman. Makam Kiai Gajah Lamong sejak tahun 1990 sudah tidak bisa diakses umum karena berada di tengah SMK Muhammadiyah Salaman. Kiai Brengkel sering disebut dengan nama Kiai Peti berada di Pemakaman Brengkel II, banyak dikunjungi peziarah untuk berbagai motivasi. Sedangkan Kiai Salam berada di Dusun Brengkel I , tidak jauh dari Bekas Pendopo Kawedanan dan SMA Negeri Salaman.