MAKANAN MAKANAN KHAS
SALAMAN MAGELANG
Salaman, adalah salah kecamatan
di Kabupaten Magelang berada di sebelah barat daya yang berbatasan dengan
Kabupaten Kulonprogo, Purworejo,dan Wonosobo. Terlatak disebelah barat Candi Borobudur
Magelang, bahkan boleh dikatakan sebagai pintu gerbang Obyek Wisata Candi
Borobudur dari arah barat. Terletak di Jalur Provinsi yang cukup vital, yang
menghubungkan antara Semarang – Magelang –Purworejo Kebumen Purwokerto. Melalui jalur ini juga akan
menghubungkn wisata Dieng di Wonosobo dengan Borobudur melalui Sapuran. Jalur ini
adalah jalur lintas tengah yang bersambung dengan jalur lintas selatan di Kota
Purworejo. Oleh karena itu cukup vital dan ramai dalam arus perdagangan, jasa
dan pariwisata.
Sebagai salah satu kecamatan yang memilik
panorama alam dan kesuburan yang sangat luar biasa memiliki perjalanan sejarah
yang cukup panjang. Selain itu juga memiliki makanan makanan khas, pada
dasarnya tidak memiliki perbedaan dengan makanan khas di Kabupaten Magelang dan
daerah sekitarnya. Namun memiliki ciri
khas tersendiri seperti.
![]() |
Tugu Kuda Putih di Bunderan Salaman, sebagai monumen perjuangan dan icon Kota Kecamatan Salaman |
1. WAJIK MAKANAN KHAS
SALAMAN
Wajik
adalah makanan yang sangat mudah dijumpai dalam masyarakat jawa, makanan ini
sejenis dengan jenang ( dodol ) dan krasikan . Kesamaan dengan jenang dodol dan
krasikan adalah dalam proses pembuatannya.
Banyak dijumpai makanan wajik dikalangan masyarakat Jawa pada umunya ,
namun di berbagai daerah sangat berbeda beda cita rasanya. Salaman memiliki
wajik sebagai icon daerahnya, sebagaimana untuk di Muntilan, ada Tape Ketan dan Jenang Nyah Pang. Makanan
ini adalah makanan istimewa dimana , pada jaman dahulu tidak hadir setiap hari,
hanya pada saat saat tertentu dimana adalah perhelatan. Selain itu wajik juga bersanding dengan jadah menjadi makanan wajib dalam proses hantaran lamaran seorang pengantin.
![]() |
Salah satu wajik khas Salaman dengan merk Wajik Salaman di olah oleh keturuunan Nyah Iin. Proses masaknya masih mempertahanka tradisional. |
Ada dua
Toko Wajik yang mudah dikenal yaitu Toko Wajik Week di Jln. Kauman RT 02 RW 12 Kauman Salaman dan Wajik Salaman
di Jln Raya Salaman Magelang, tepatnya di Kampung Gadean. Kedua toko tersebut tidak terpaut jauh
letaknya. Wajik di beberapa kalangan disebut dengan istilah wajik klethik ,
klethik disini untuk menunjukan ketan yang mengalami keras pada saat proses di
masak. Beberapa menyukai jenis wajik klethik, namun di Salaman pada
umumnya wajik kelthik dianggap wajik
yang salah dalam proses memasaknya. Wajik yang dikenal adalah wajik yang pulen,
gurih dan manis yang seimbang dengan kandungan minyak yang cukup belepotan.
Pada
jaman dahulu, wajik mesti hadir dalam hajatan . Wajik akan dipersandingkan
dengan kue kue basah lainnya seperti jadah, jenang, krasikan, tape ketan, lemper
dan sebagainya yang diatur dalam piring piring yang disajikan ketika tamu tamu
berdatanganya. Kue kue basah ini disajikan bersama dengan the panas, selain itu
juga terdapat makanan keringan yang berada di dalam stoples. Dalam pesta
hajatan , wajik dipersiapkan dua tiga hari sebelum acara dimulai. Dalam proses
pemasakan yang benar dan benar benar tanak, maka wajik akan tanah sampai
seminggu. Setelah seminggu wajik bisa dihangatkan dengan cara di kukus dalam
dandang.
Wajik
di Salaman sangat dikenal oleh orang orang luar Salaman. Almarhum Ibu saya, Ibu Wilarso apabila mengunjungi Simbah pada saat Lebaran di Baturetno
Wonogiri akan membawa wajik yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sehari
sebelumnya. Simbah saya Simbah
Atmosuprapto kidul Pasar Baturetno
akan menantikan dan membagikan oleh oleh wajik ini kepada kerabatnya dan
kenalan. Sedemikian juga kalau, ada kerabat yang sedang hajatan atau mengadakan
selamatan pasti wajik dari Salaman ini akan di tunggu oleh seluruh kerabat.
Ketika saya sudah merantau ke Jakarta, apabila
pulang kampung dan akan kembali ke Jakarta , maka akan di buatkan wajik
untuk teman teman dan tetangga di
Jakarta. Almarhum Ibu mempunyai dua orang tenaga yang handal untuk masak
wajik, yaitu Mbok Rohadi dan Kang Djasrodi anaknya. Mereka adalah pekerja
pekerja yang terbiasa dipanggil oleh Ibu setiap saat. Mereka adalah orang orang
yang telah bekerja sejak jaman Simbah dan saya masih kecil. Mereka bekerja
dalam komando dan arahan Ibu dalam proses memasaknya dan persiapannya.
Saya memiliki
pengalaman untuk memasak wajik ini, manakala dahulu membantu ibu memasak untuk
keperluan sumbangan kepada kerabat yang hajatan, oleh oleh dan sebagainya. Kepandaian Ibu dalam mengolah wajik ini, di
rekomendasikan dari Embah Hardjodirjo dan Mbah Rustiardjo , yaitu Ibu dan bulik dari bapak. Dalam pergaulan di masyarakat sering
bersosialisasi dengan Nyah Nyo ( Ny Ong Hwa Nio, pengembang usaha
makanan yang kemudian di beri label Wajik
Ny Week oleh penerusnya ) maka sering berdsikusi dalam mengolah wajik, Nyah Nyo tidak pelit dalam berbagi
resep dan trik dalam mengolah wajik. Supaya memiliki hasil yang berkualitas
baik. Perbincangan itu sering keluar manakala berjumpa dalam arisan, kondangan
atau sekedar untuk ber sanjan ( saling berkunjung)
Tahap
pertama yang mengolah wajik adalah pemilihan ketan yang berkualitas bagus.
Almarhum Ibu akan memilih ketan yang berasal dari daerah Kajoran Magelang.
Daerah di lereng Gunung Sumbing, sering
di sebut dengan Ketan Jawa Kajoran. Untuk kelapa adalah kelapa yang benar benar
tua, memiliki bulatan yang besar dan daging yang tebal, aroma air yang terkadung didalamnya berasa “nyegrak “ dengan kadar alkohol.
Demikian juga akan memilih gula merah yang warnanya tidak terlalu pekat dan
atau kuning. Untuk takaran yang dipakai oleh ibu, kandungan gula akan dikurangi
, tidak seperti resep yang diberikan oleh Nyah Nio. Karena berdasarkan
rekomendasi dan masukan dari sanak kerabat, terlalu nek dan manis. Maka ibu
akan mengunakan rumus 1 Kg ketan, 3 butir kelapa, 800 gram gula merah.
Proses
memasak wajik dengan mengunakan kayu
bakar atau arang kayu, hal itu dirasa lebih memiliki panas yang stabil. Dengan
mengunakan kayu bakar atau arang , maka
api akan di dapat cukup besar ketika kayu dan arang masih banyak, namun
akan menurun panasnya ketika proses memasak sudah tidak membutuhkan panas yang
besar. Sehingga kebutuhan api selaras dengan kondisi masakan yang sedang di
proses. Sebelum dimasak beras ketan
terlebih dahulu di rendam 1- 2 jam , kemudian di tanah dalam dandang. Selama
proses memasak ketan ini, sambil memeras santan kelapa yang di ambil
kentalannya, setelah semua selesai diperas dimasukan ke dalam wajan di atas
api. Dalam proses memasak santan ini harus terus menerus di aduk aduk,pelan
namun pasti. Sudah barang tentu, dalam proses mengaduk ini, akan terkena
pancaran panas dan asap dari tungku. Sesekali dipastikan , ketan dalam mengukus
di periksa supaya jangan sampai kehabisan air di bawah langseng nya. Hal itu
akan menyebabkan ketan beraroma sangit
dan gosong.
Dalam
proses memasak santan , lama kelamaan santan akan menyusut dan menimbulkan
minyak yang berada di atasnya. Tahapan ini, memerlukan waktu kurang lebih 1 jam
, setelah warna santan akan keruh dan mengandung minyak maka gula merah di
masukan dan terus diaduk aduk, sampai menimbulkan “plethikan kemricik “ dari
didihan santan dan gula. Vanili dan garam untuk penguat rasa boleh ditambahkan.
Ketika didihan santan dan gula ini, sudah berbunyi “ kemricik pletik pletik “ ,
ketan baru dimasukan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk aduk. Pada
tahapan ini api sudah mulai mengecil, kayu sudah menjalar keluar saatnya untuk di dorong masuk ke dalam untuk
mempertahankan panasnya.
![]() |
Hasil yang bagus adalah ketan tidak mlethis tetapi pulen dan tanah sehingga liat untuk dinikmati. |
Tenaga
untuk mengaduk yang ektra kuat dank eras
ini, ketika ketan sudah mulai masuk ke dalam adonan santan dan gula. Semakin
lama akan semakin liat, tidak jarang akan lengket di dayung pengaduk. Posisi
pengaduk bisa berdiri atau duduk sambil memegangi ujung wajan. Lebih baik disediakan handuk kering
untuk menglap keringat yang keluar. Perpaduan antara gerakan yang liat dan
berat dengan panas api dan uap masakan.
Tanda wajik sudah boleh diangkat adalah mana kala di angkat dengan
dayungnya tersebut tidak jatuh kembali ke bawah, dan minyak yang keluar dari
ketan tersebut mengumpul di dasar wajik. Pengadukan harus sampai ke tingkat
dasar sudah tidak menimbulkan gosong dan kerak. Kerak wajik ini disebut dengan “ Kereng”.
Setelah masak,
tiba saat nya untuk di angkat dan di “ ler”, dengan cara nampan atau
tampah yang disiapkan dengan diberi alas daun pisang. Daun pisang ini memberi
aroma harum ketika berpadu dengan adonan wajik yang masih panas. Untuk wajik yang berkualitas bagus, di atas “ler-ler
“an yang sudah dingin akan mengeluarkan
minyak. Minyak minyak ini bisa diambil dengan sendok dan digunakan untuk
mengoreng makanan apabila cukup.
![]() |
Tahap " Ler Ler " setelah wajik masak dan menunggu dingin. Dalam foto tersebut adalah hasil masakan terakhir Ibu Wilarso di bantu oleh Mbok Rohani sebelum keduanya wafat, |
Memasak
wajik memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari persiapan sampai selesai.
Dalam kegiatan hajatan, wajik akan dipersipakan terlebih dahulu sebelum kue kue
basah lainnya bersamaann dengan tape ketan. Pengalaman saya adalah membutuhkan
waktu antara 6- 8 jam mulai dari masak ketan , santan, gulan sampai
mengangkatnya, semakin banyak volume bahan waktu semakin lama. Sekali memasak
untuk idealnya adalah, 4 kg beras ketan , dengan 12 butir kelapa, membutuhkan
waktu 7 jam proses pengolahannnya. Rumit dalam proses memasaknya tersebut
sebanding dengan cita rasa yang dihasilkan.
GEBLEK SALAMAN
![]() |
Geblek dan dawet Salaman |
Ketika pengalaman dan pergaulan saya masih sebatas di
lingkungan kecamatan Salaman atau lebih
luas sebatas Kabupaten Magelang saya mengira kalau GEBLEK itu Cuma makanan dari
Salaman saja sedangkan didaerah lain tidak ada. Berikut dengan produk produk turunannya seperti alen alen,
pothil, slondok dan sebagainya. Makanan makanan itu yang tidak ada lekat dan dekat tetai juga
dibeberapa kampung dan desa desa di Salaman itu menjadi sentra pembuatannya.
Kesemuanya itu adalah makanan yang berbahan dasar singkong yang kemudian
diolah sedemikian rupa,melalui
proses yang cukup lama. Karena proses yang rumit, lama sedangkan hasilnya tidak
sebanding. Beberapa orang mulai mengalihkan usaha tersebut. Artinya tidak
diteruskan oleh generasi generasi pembuat
sebelumnya, yaitu orang tua orang tua mereka.
![]() |
lebih enak disajikan selagi hangat |
Makanan
tersebut sempat menjadi “ gambaran kelas
bawah “ karena harganya yang relative murah dibandingkan dengan jajanan yang
lainnya. Saya sebagai produk generasi
1970 an….geblek menjadi makanan
yang dekat dan lekat. Pada saat masa
kecil, saya sering melihat rombongan orang orang berjalan kaki mengendong
tumpukan geblek untuk dijual dipasar. Orang yang akan membeli tinggal
menghadang dipinggir jalan…tinggal memanggil dengan panggilan Khas…..Yu
Gebleke….sontak kemudian akan berhenti berjalan dan melayani pembeli. Cara mengemasnya sangat unik, ketika kantong
plastic belum popular, cukup dengan sayatan bambu.
Sering
perkembangan waktu , geblek hadir dikala sore hari ditempat orang orang berjualan
gorengan secara langsung. Seolah geblek naik tingkat dari makanan kelas ndeso
menjadi makanan kelas kota, karena dijual di gerobak gerobak gorengan di kota
kota. Bahkan disajikan hangat yang terasa lebih enak, lebih enak lagi kalau
mengunakan cucuran bumbu pecel. Sehingga terapadu gurih, renyah basah ,pedas manisnya bumbu pecel.
Asumsi
saya tentang Geblek itu Cuma ada di Salaman Magelang menjadi gugur. Waktu itu
ada Campursari Gunungkidul Manthous
dengan judul Geblek Kulonprogo.
Kemudian saya iseng bertanya kepada salah seorang kenalan yang berasal
dari Kulonprogo . Ternyata bentuk dan
bahannya sama Geblek Kulonprogo dan Salaman Cuma yang membedakan adalah bulatan lebih besar di
Kulonprogo. Sedangkan porang orang dari Wonogiri mengenalnya Kolong.
Setelah
saya merantau dan menetap di Jakarta, pada awalnya setahun bisa 3 kali setahun untuk pulang kampung atau mudik.
Namun seiring perjalanan waktu, kesibukan dinas yang semakin rapat juga maka
tidak sesering ketika masih bujangan.
Akhirpnya setelah kedua orang tua
meninggal dunia maka urusan pulang kampung mejadi nomer yang kesekian, lebih
lebih setelah lahir dua orang anak. Maka semakin berpikir untuk kesekian untuk
urusan mudik. Kerinduan untuk
menikmati Geblek kadang kala tertahan
menunggu sampai bisa pulang mudik.
Berkembangnya informasi melalui media social menjadikan
tren tersendiri yang memberikan keuntungan bagi pengangkatan potensi
lokal. Kondisi itu juga didorong berkembangnya kuliner kuliner yang semakin
diminati oleh berbagai kalangan. Geblek sebagai makanan lokal yang menjadi
kenangan bagi orang orang generasi 1970 an spemakin dikenal. Geblek menjadi
icon kuliner lokal untuk daerah Kulonprogo,Purworejo, Magelang dan Wonosobo.
SEGO
MEGONO
Untuk
kalangan kuliner makanan ini lebih dikenal dari daerah Pekalongan dan Wonosobo.
Namun di Salaman Magelang, nasi megono atau yang sering disebut dengan istilah
sego megono adalah salah satu bentuk varian olahan nasi. Bentuknya cukup berbeda
dengan nasi gudangan, atau kluban atau urapan, walaupun bentuk dasarnya sama.
Sego Megono hadir dalam acara sambatan, atau setralan dalam dalam rangka
perbaikan jalan kampung atau saluran air. Beberapa kalangan petani
mencirikhaskan untuk jamuan makan bagi orang orang yang bekerja di sawah.
Kuliner dengan bahan dasar nasi yang di campur langsung dengan sayuran atau
bumbu urap, sepintas seperti nasi lorodan atau sisa sisa pesta. Apabila dilihat
dari wujud fisiknya, nasi megono itu tidak menarik namun dari cita rasanya
merupakan perpaduan citarasa yang lezat.
Ketika nasi masih berupa aronan, maka di campurkan dengan
sayuran yang telah dicampur dengan bumbu urap . Kemudian disatukan kembali
untuk di tanak bersama sama dalam dandang. Proses masaknya nasi dan sayuran
tersebut bersamaan, sehingga menimbulkan cita rasa yang sedap. Aroma itu sudah
tercium ketika , uap dari dandang memancar keluar melalui celah celah tutup.
Untuk isian sayurannya sangat beragam sesuai dengan selera masing, masing. Ini
yang berbeda dengan di Pekalongan yang isiannya mengunakan nangka muda dan buah
kecombrang. Megono di Salaman, mengunakan kubis ijo, kacang, kecambah, daun
kacang ( lembayung ), daun singkong, daun singkong dsb sesuai dengan selera
masing masing. Sedangkan untuk bumbunya adalah kelapa parut sedang muda, cabe,
terasi, bawang putih, kencur, jeruk purut, garam dan gula. Beberapa orang
memasak dengan menumis bumbu terlebih dahulu baru kemudian kelapa parut di
masukan , beberapa orang memasak tidak memakai proses menumis terlebih dahulu,
dengan alas an memiliki tingkat kesegaran yang berbeda.
Sepiring nasi megono, akan terlihat nasi berwarna agak
keruh tercampur bumbu dan sayur mayur dengan cita rasa yang gurih, pedas
sedikit manis. Sangat cocok dimakan untuk menu sarapan atau makan siang.
Bersanding lauk dengan tempe glepung ( tempe yang berbalur tepung beras
berbumbu bawang putih, ketumbar, garam dan kunyit, sepotong telor rebus dan
rempeyek ikan teri. Untuk tempe glepung bisa berganti dengan tempe bacem atau
tahu bacem. Nasi megono akan lebih sedap apabila disajikan dengan cara
dibungkus daun pisang dengan cara
bungkusan nuk atau tempelan.
Sepintas
adalah nasi yang sering hadir untuk acara sambatan dan kerja bhakti karena alas
an kepraktisannya, yaitu tanpa menghadirkan lauk yang lainnya pun nasi sudah
sangat enak di nikmati. Nasi megono juga dihadirkan sebagai alat dan sajian
selamatan dengan jamuan yang paling sederhana. Maka nasi megono ini tergolong
dengan nasi kelas rakyat kebanyakan yang paling bawah.
OSENG OSENG KUBIS TRIWIS
Mungkin
hanya ada di Kabupaten Magelang, daerah dengan kekayaan alam dan sayur mayur
yang berlimpah ruah. Salah satu hasil sayuran dari Kabupaten Magelang yang tidak ada di daerah
lain adalah “ Kubis Triwis “ . Kubis atau kol, adalah sejenis sayuran yang
mudah tumbuh dan berkembang di daerah berhawa dingin. Penghasil sayuran di
Kabupaten Magelang berada di daerah daerah yang memiliki hawa dingin, yaitu
yang berada di Lereng dan kaki Gunung Sumbing, Merbabu, dan Merapi .
![]() |
Kubis Triwis |
Kubis
triwis ini adalah salah satu sayuran yang termasuk harga yang paling murah dan
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kubis triwis ini sangat cocok untuk
dioleh menjadi oseng oseng dengan bumbu pedas. Cabe hijau keriting, lebih
mantap dengan cabe kriting dan bumbu yang tumbuh di Kabupaten Magelang. Maka
akan melahirkan cita rasa yang khas, dan tidak ditemukan di daerah lain.
Bagi
sebagai penduduk Magelang yang merantau
, Oseng Oseng Kubis Triwis ini menjadi kenangan dan klangenan. Menu yang wajib
di makan apabila pulang kampung, sambil mengenang masa masa jaman kecil ketika
masih hidup di perkampungan Kabupaten Magelang. Dalam proses memasaknya, kubis
triwsi ini terlebih dahulu di kulupi
dengan air panas, yaitu di halup halup, yaitu di celup celupkan
beberapa saat dalam air mendidih. Tujuannya adalah untuk tidak alot ketika di
masak oseng yang relatife kering. Setelah proses itu kemudian baru diolah
menjadi Oseng Oseng Kubis Triwis. Akan lebih sedap dicampurkan dengan teri dan
pete, untuk pete lebih cocok pete yang tumbuh di Kabupaten Magelang. Sedangkan
teri , tentunya berasal dari Pantura Jawa.Mengingat wilayah Kabupaten Magelang
tidak memiliki wilayah laut.
![]() |
Pete yang di panen dari Magelang memiliki tingkat kematangan yang optimal, ditandai dengan bulatan bulatan buah yang menonjol . |
KUPAT TAHU SALAMAN
Pada dasarnya
tidak jauh berbeda antara kupat tahu Salaman dengan kupat tahu di daerah
Magelang pada umumnya. Dalam perbedaan racikan yang membedakan yaitu antara
kupat tahu Yogyakarta dan Magelang. Perbedaan itu terletak pada jenis tahu dan
tempe yang digunakan kalau di Yogya adalah tahu dan tempe bacem, sedangkan di
Magelang mengunakan tahu dan tempe goreng uyah bawang. Selain itu juga
mengunakan bakwan dan krupuk sebagai
pelengkap sajiannya. Kupat tahu Magelang akan lebih banyak porsinya daripada
porsi Kupat Tahu Yogyakarta. Sedangkan soal rasa kembali kepada selera masing
masing.
Kenangan
akan Kupat tahu Salaman, ketika masa kecil sampai tahun 1989 adalah ada seorang
penjual Kupat Tahu Keliling, yang selalu menjajakan kupat tahu dengan cara di
pikul. Pada decade itu ada 2 orang yaitu Pak Basar dan Pak Pawiro dari
Kedungwungu Kebonrejo, sebuah kampung di
sebelah utara Salaman seberang Kali
Tangsi. Jalan menuju ke Kebonrejo masih jalan macadam dan jembatan Kali Tangsi masih jembatan Bambu. Pada masa itu mereka berangkat ketika hari
menjelang siang, memiliki pangsa pasar tersendiri, Pak Basar banyak menjajakan
kupat tahu seputaran daerah Bunderan ke barat, yaitu wilayah Brengkel , Pecinan
dan Kauman. Sedangkan Pak Pawiro
menjajakan kupat tahu daerah Gadean Brengkel Wetan sampai ke Soca Nusupan. Pak
Pawiro menjajakan sampai malam hari, maka sering dengan mengunakan lampu minyak
pada angkringannya. Sedangkan Pak Basar akan bergegas pulang menjelang magrib.
Alasan mengapa tidak berjualan sampai malam “ takut di hadang hantu di kuburan
Kedungwungu “.
Sepeninggal
Pak Basar kemudian dilanjutkan isterinya dengan berjualan di Bunderan jalan
menuju Brengkel , waktu itu jalanan masih berupa macadam. Mengunakan pikulan,
dasaran dan alat alat masak yang digunakan oleh Pak Basar, termasuk anglo dan
pengorengan yang memiliki ciri khas tersendiri. Pada wajan ada tambahan kaleng dilingkarkan sebagai penahan tempe dan tahu yang telah di goreng
ditiriskan. Pak Basar akan menambahkan
setetes minyak jelantak pada ulekan
bawang cabai dan garam sebelum di tambah kacang dan kecap. Tahu dan tempe yang
digunakan oleh Pak Basar adalah tahu
tempe bacem. Sedangkan kubisnya adalah kubis mentah. Posisi Pak Basar mangkal
ada di beberapa titik, setiap ia mangkal maka otomatis orang yang membutuhkan
kemudian mendekat untuk mengantri.
Saat
ini sudah banyak warung Kupat tahu di Salaman, selain itu juga terdapat
beberapa penjaja makanan yang mendorong dengan gerobak. Jajanan tidak lagi terpusat
di kota kecamatan Salaman melainkan sudah menjamur di desa desa seputaran Salaman. Sekarang Kupat tahu Mbah Basar dilanjutkan oleh generasi berikutnya, tidak mengunakan pikulan melainkan mengunakan gerobak selalu mangkal di samping Toko Mebel.