Rabu, 13 Februari 2019


MAKANAN MAKANAN KHAS SALAMAN MAGELANG

Salaman, adalah salah kecamatan di Kabupaten Magelang berada di sebelah barat daya yang berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo,  Purworejo,dan  Wonosobo. Terlatak disebelah barat Candi Borobudur Magelang, bahkan boleh dikatakan sebagai pintu gerbang Obyek Wisata Candi Borobudur dari arah barat. Terletak di Jalur Provinsi yang cukup vital, yang menghubungkan antara Semarang – Magelang –Purworejo Kebumen  Purwokerto. Melalui jalur ini juga akan menghubungkn wisata Dieng di Wonosobo dengan Borobudur melalui Sapuran. Jalur ini adalah jalur lintas tengah yang bersambung dengan jalur lintas selatan di Kota Purworejo. Oleh karena itu cukup vital dan ramai dalam arus perdagangan, jasa dan pariwisata.
 Sebagai salah satu kecamatan yang memilik panorama alam dan kesuburan yang sangat luar biasa memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang. Selain itu juga memiliki makanan makanan khas, pada dasarnya tidak memiliki perbedaan dengan makanan khas di Kabupaten Magelang dan daerah sekitarnya.  Namun memiliki ciri khas tersendiri seperti.
Tugu Kuda Putih di Bunderan Salaman, sebagai monumen
perjuangan dan icon Kota Kecamatan Salaman 


1.    WAJIK  MAKANAN KHAS  SALAMAN
                Wajik adalah makanan yang sangat mudah dijumpai dalam masyarakat jawa, makanan ini sejenis dengan jenang ( dodol ) dan krasikan . Kesamaan dengan jenang dodol dan krasikan adalah dalam proses pembuatannya.  Banyak dijumpai makanan wajik dikalangan masyarakat Jawa pada umunya , namun di berbagai daerah sangat berbeda beda cita rasanya. Salaman memiliki wajik sebagai icon daerahnya, sebagaimana untuk di Muntilan, ada Tape Ketan dan Jenang Nyah Pang.  Makanan ini adalah makanan istimewa dimana , pada jaman dahulu tidak hadir setiap hari, hanya pada saat saat tertentu dimana adalah perhelatan. Selain itu wajik juga bersanding dengan jadah menjadi makanan wajib dalam proses hantaran lamaran seorang pengantin. 
Salah satu wajik khas Salaman dengan merk Wajik Salaman
di olah oleh keturuunan Nyah Iin. Proses masaknya masih
mempertahanka tradisional.

 Ada dua  Toko Wajik yang mudah dikenal yaitu Toko Wajik Week di Jln. Kauman  RT 02 RW 12 Kauman Salaman dan Wajik Salaman di Jln Raya Salaman Magelang, tepatnya di Kampung Gadean.  Kedua toko tersebut tidak terpaut jauh letaknya. Wajik di beberapa kalangan disebut dengan istilah wajik klethik , klethik disini untuk menunjukan ketan yang mengalami keras pada saat proses di masak. Beberapa menyukai jenis wajik klethik, namun di Salaman pada umumnya  wajik kelthik dianggap wajik yang salah dalam proses memasaknya. Wajik yang dikenal adalah wajik yang pulen, gurih dan manis yang seimbang dengan kandungan minyak yang cukup belepotan.
                Pada jaman dahulu, wajik mesti hadir dalam hajatan . Wajik akan dipersandingkan dengan kue kue basah lainnya seperti jadah, jenang, krasikan, tape ketan, lemper dan sebagainya yang diatur dalam piring piring yang disajikan ketika tamu tamu berdatanganya. Kue kue basah ini disajikan bersama dengan the panas, selain itu juga terdapat makanan keringan yang berada di dalam stoples. Dalam pesta hajatan , wajik dipersiapkan dua tiga hari sebelum acara dimulai. Dalam proses pemasakan yang benar dan benar benar tanak, maka wajik akan tanah sampai seminggu. Setelah seminggu wajik bisa dihangatkan dengan cara di kukus dalam dandang.
                Wajik di Salaman sangat dikenal oleh orang orang luar Salaman. Almarhum Ibu saya, Ibu Wilarso apabila mengunjungi  Simbah pada saat Lebaran di Baturetno Wonogiri akan membawa wajik yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sehari sebelumnya. Simbah saya Simbah Atmosuprapto  kidul Pasar Baturetno akan menantikan dan membagikan oleh oleh wajik ini kepada kerabatnya dan kenalan. Sedemikian juga kalau, ada kerabat yang sedang hajatan atau mengadakan selamatan pasti wajik dari Salaman ini akan di tunggu oleh seluruh kerabat.
 Ketika saya sudah merantau ke Jakarta, apabila pulang kampung dan akan kembali ke Jakarta , maka akan di buatkan wajik untuk  teman teman dan tetangga di Jakarta. Almarhum  Ibu mempunyai  dua orang tenaga yang handal untuk masak wajik, yaitu Mbok Rohadi dan Kang Djasrodi anaknya. Mereka adalah pekerja pekerja yang terbiasa dipanggil oleh Ibu setiap saat. Mereka adalah orang orang yang telah bekerja sejak jaman Simbah dan saya masih kecil. Mereka bekerja dalam komando dan arahan Ibu dalam proses memasaknya dan persiapannya.
Saya memiliki pengalaman untuk memasak wajik ini, manakala dahulu membantu ibu memasak untuk keperluan sumbangan kepada kerabat yang hajatan, oleh oleh dan sebagainya.  Kepandaian Ibu dalam mengolah wajik ini, di rekomendasikan dari   Embah Hardjodirjo dan Mbah Rustiardjo ,  yaitu Ibu dan bulik dari bapak.  Dalam pergaulan di masyarakat sering bersosialisasi dengan Nyah Nyo ( Ny Ong Hwa Nio, pengembang usaha makanan yang kemudian di beri label Wajik Ny Week oleh penerusnya ) maka sering berdsikusi dalam mengolah wajik, Nyah Nyo tidak pelit dalam berbagi resep dan trik dalam mengolah wajik. Supaya memiliki hasil yang berkualitas baik. Perbincangan itu sering keluar manakala berjumpa dalam arisan, kondangan atau sekedar untuk ber sanjan ( saling berkunjung)
                Tahap pertama yang mengolah wajik adalah pemilihan ketan yang berkualitas bagus. Almarhum Ibu akan memilih ketan yang berasal dari daerah Kajoran Magelang. Daerah di lereng  Gunung Sumbing, sering di sebut dengan Ketan Jawa Kajoran. Untuk kelapa adalah kelapa yang benar benar tua, memiliki bulatan yang besar dan daging yang tebal, aroma air yang  terkadung didalamnya  berasa “nyegrak “ dengan kadar alkohol. Demikian juga akan memilih gula merah yang warnanya tidak terlalu pekat dan atau kuning. Untuk takaran yang dipakai oleh ibu, kandungan gula akan dikurangi , tidak seperti resep yang diberikan oleh Nyah Nio. Karena berdasarkan rekomendasi dan masukan dari sanak kerabat, terlalu nek dan manis. Maka ibu akan mengunakan rumus 1 Kg ketan, 3 butir kelapa, 800 gram gula merah.
                Proses memasak wajik dengan mengunakan  kayu bakar atau arang kayu, hal itu dirasa lebih memiliki panas yang stabil. Dengan mengunakan kayu bakar atau arang , maka  api akan di dapat cukup besar ketika kayu dan arang masih banyak, namun akan menurun panasnya ketika proses memasak sudah tidak membutuhkan panas yang besar. Sehingga kebutuhan api selaras dengan kondisi masakan yang sedang di proses.  Sebelum dimasak beras ketan terlebih dahulu di rendam 1- 2 jam , kemudian di tanah dalam dandang. Selama proses memasak ketan ini, sambil memeras santan kelapa yang di ambil kentalannya, setelah semua selesai diperas dimasukan ke dalam wajan di atas api. Dalam proses memasak santan ini harus terus menerus di aduk aduk,pelan namun pasti. Sudah barang tentu, dalam proses mengaduk ini, akan terkena pancaran panas dan asap dari tungku. Sesekali dipastikan , ketan dalam mengukus di periksa supaya jangan sampai kehabisan air di bawah langseng nya. Hal itu akan menyebabkan ketan beraroma  sangit dan gosong.
                Dalam proses memasak santan , lama kelamaan santan akan menyusut dan menimbulkan minyak yang berada di atasnya. Tahapan ini, memerlukan waktu kurang lebih 1 jam , setelah warna santan akan keruh dan mengandung minyak maka gula merah di masukan dan terus diaduk aduk, sampai menimbulkan “plethikan kemricik “ dari didihan santan dan gula. Vanili dan garam untuk penguat rasa boleh ditambahkan. Ketika didihan santan dan gula ini, sudah berbunyi “ kemricik pletik pletik “ , ketan baru dimasukan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk aduk. Pada tahapan ini api sudah mulai mengecil, kayu sudah  menjalar keluar  saatnya untuk di dorong masuk ke dalam untuk mempertahankan panasnya.
Hasil yang bagus adalah ketan tidak mlethis tetapi pulen dan
tanah sehingga liat untuk dinikmati.

                Tenaga untuk  mengaduk yang ektra kuat dank eras ini, ketika ketan sudah mulai masuk ke dalam adonan santan dan gula. Semakin lama akan semakin liat, tidak jarang akan lengket di dayung pengaduk. Posisi pengaduk bisa berdiri atau duduk sambil memegangi  ujung wajan. Lebih baik disediakan handuk kering untuk menglap keringat yang keluar. Perpaduan antara gerakan yang liat dan berat dengan panas api dan uap masakan.  Tanda wajik sudah boleh diangkat adalah mana kala di angkat dengan dayungnya tersebut tidak jatuh kembali ke bawah, dan minyak yang keluar dari ketan tersebut mengumpul di dasar wajik. Pengadukan harus sampai ke tingkat dasar sudah tidak menimbulkan gosong dan kerak. Kerak wajik ini disebut dengan “ Kereng”.
                Setelah masak, tiba saat nya untuk di angkat dan di “ ler”, dengan cara nampan atau tampah yang disiapkan dengan diberi alas daun pisang. Daun pisang ini memberi aroma harum ketika berpadu dengan adonan wajik yang masih panas.  Untuk wajik yang berkualitas bagus, di atas “ler-ler “an yang sudah dingin  akan mengeluarkan minyak. Minyak minyak ini bisa diambil dengan sendok dan digunakan untuk mengoreng makanan apabila cukup.
Tahap " Ler Ler " setelah wajik masak dan menunggu dingin.
Dalam foto tersebut adalah hasil masakan terakhir Ibu Wilarso
di bantu oleh Mbok Rohani sebelum keduanya wafat,

                Memasak wajik memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari persiapan sampai selesai. Dalam kegiatan hajatan, wajik akan dipersipakan terlebih dahulu sebelum kue kue basah lainnya bersamaann dengan tape ketan. Pengalaman saya adalah membutuhkan waktu antara 6- 8 jam mulai dari masak ketan , santan, gulan sampai mengangkatnya, semakin banyak volume bahan waktu semakin lama. Sekali memasak untuk idealnya adalah, 4 kg beras ketan , dengan 12 butir kelapa, membutuhkan waktu 7 jam proses pengolahannnya. Rumit dalam proses memasaknya tersebut sebanding dengan cita rasa yang dihasilkan.



GEBLEK  SALAMAN
Geblek dan dawet Salaman

                Ketika  pengalaman dan  pergaulan saya masih sebatas di lingkungan  kecamatan Salaman atau lebih luas sebatas Kabupaten Magelang saya mengira kalau GEBLEK itu Cuma makanan dari Salaman saja sedangkan didaerah lain tidak ada. Berikut dengan  produk produk turunannya seperti alen alen, pothil, slondok dan sebagainya. Makanan makanan itu yang  tidak ada lekat dan dekat tetai juga dibeberapa kampung dan desa desa di Salaman itu menjadi sentra pembuatannya. Kesemuanya itu adalah makanan yang berbahan dasar singkong  yang kemudian  diolah  sedemikian rupa,melalui proses yang cukup lama. Karena proses yang rumit, lama sedangkan hasilnya tidak sebanding. Beberapa orang mulai mengalihkan usaha tersebut. Artinya tidak diteruskan oleh generasi generasi pembuat  sebelumnya, yaitu orang tua orang tua mereka.
lebih enak disajikan selagi hangat 

                Makanan tersebut sempat menjadi “ gambaran  kelas bawah “ karena harganya yang relative murah dibandingkan dengan jajanan yang lainnya. Saya sebagai produk generasi  1970 an….geblek  menjadi makanan yang dekat dan lekat.  Pada saat masa kecil, saya sering melihat rombongan orang orang berjalan kaki mengendong tumpukan geblek untuk dijual dipasar. Orang yang akan membeli tinggal menghadang dipinggir jalan…tinggal memanggil dengan panggilan Khas…..Yu Gebleke….sontak kemudian akan berhenti berjalan dan melayani pembeli.  Cara mengemasnya sangat unik, ketika kantong plastic belum popular, cukup dengan sayatan bambu.
                Sering perkembangan waktu , geblek hadir dikala sore hari ditempat orang orang berjualan gorengan secara langsung. Seolah geblek naik tingkat dari makanan kelas ndeso menjadi makanan kelas kota, karena dijual di gerobak gerobak gorengan di kota kota. Bahkan disajikan hangat yang terasa lebih enak, lebih enak lagi kalau mengunakan cucuran bumbu pecel. Sehingga terapadu gurih, renyah  basah ,pedas manisnya bumbu pecel.
                Asumsi saya tentang Geblek itu Cuma ada di Salaman Magelang menjadi gugur. Waktu itu ada Campursari  Gunungkidul  Manthous  dengan judul Geblek Kulonprogo.  Kemudian saya iseng bertanya kepada salah seorang kenalan yang berasal dari Kulonprogo . Ternyata bentuk  dan bahannya sama Geblek Kulonprogo dan Salaman Cuma  yang membedakan adalah bulatan lebih besar di Kulonprogo. Sedangkan porang orang dari Wonogiri mengenalnya Kolong.
                Setelah saya merantau dan menetap di Jakarta, pada awalnya setahun bisa 3  kali setahun untuk pulang kampung atau mudik. Namun seiring perjalanan waktu, kesibukan dinas yang semakin rapat juga maka tidak sesering  ketika masih bujangan. Akhirpnya setelah kedua orang  tua meninggal dunia maka urusan pulang kampung mejadi nomer yang kesekian, lebih lebih setelah lahir dua orang anak. Maka semakin berpikir untuk kesekian untuk urusan mudik.  Kerinduan untuk menikmati  Geblek kadang kala tertahan menunggu sampai bisa pulang mudik.

                Berkembangnya  informasi melalui media social menjadikan tren tersendiri yang memberikan keuntungan bagi pengangkatan potensi lokal.  Kondisi itu juga didorong  berkembangnya kuliner kuliner yang semakin diminati oleh berbagai kalangan. Geblek sebagai makanan lokal yang menjadi kenangan bagi orang orang generasi 1970 an spemakin dikenal. Geblek menjadi icon kuliner lokal untuk daerah Kulonprogo,Purworejo, Magelang dan Wonosobo.  

SEGO MEGONO

Untuk kalangan kuliner makanan ini lebih dikenal dari daerah Pekalongan dan Wonosobo. Namun di Salaman Magelang, nasi megono atau yang sering disebut dengan istilah sego megono adalah salah satu bentuk varian olahan nasi. Bentuknya cukup berbeda dengan nasi gudangan, atau kluban atau urapan, walaupun bentuk dasarnya sama. Sego Megono hadir dalam acara sambatan, atau setralan dalam dalam rangka perbaikan jalan kampung atau saluran air. Beberapa kalangan petani mencirikhaskan untuk jamuan makan bagi orang orang yang bekerja di sawah. Kuliner dengan bahan dasar nasi yang di campur langsung dengan sayuran atau bumbu urap, sepintas seperti nasi lorodan atau sisa sisa pesta. Apabila dilihat dari wujud fisiknya, nasi megono itu tidak menarik namun dari cita rasanya merupakan perpaduan citarasa yang lezat.
            Ketika nasi masih berupa aronan, maka di campurkan dengan sayuran yang telah dicampur dengan bumbu urap . Kemudian disatukan kembali untuk di tanak bersama sama dalam dandang. Proses masaknya nasi dan sayuran tersebut bersamaan, sehingga menimbulkan cita rasa yang sedap. Aroma itu sudah tercium ketika , uap dari dandang memancar keluar melalui celah celah tutup. Untuk isian sayurannya sangat beragam sesuai dengan selera masing, masing. Ini yang berbeda dengan di Pekalongan yang isiannya mengunakan nangka muda dan buah kecombrang. Megono di Salaman, mengunakan kubis ijo, kacang, kecambah, daun kacang ( lembayung ), daun singkong, daun singkong dsb sesuai dengan selera masing masing. Sedangkan untuk bumbunya adalah kelapa parut sedang muda, cabe, terasi, bawang putih, kencur, jeruk purut, garam dan gula. Beberapa orang memasak dengan menumis bumbu terlebih dahulu baru kemudian kelapa parut di masukan , beberapa orang memasak tidak memakai proses menumis terlebih dahulu, dengan alas an memiliki tingkat kesegaran yang berbeda.
            Sepiring nasi megono, akan terlihat nasi berwarna agak keruh tercampur bumbu dan sayur mayur dengan cita rasa yang gurih, pedas sedikit manis. Sangat cocok dimakan untuk menu sarapan atau makan siang. Bersanding lauk dengan tempe glepung ( tempe yang berbalur tepung beras berbumbu bawang putih, ketumbar, garam dan kunyit, sepotong telor rebus dan rempeyek ikan teri. Untuk tempe glepung bisa berganti dengan tempe bacem atau tahu bacem. Nasi megono akan lebih sedap apabila disajikan dengan cara dibungkus daun pisang dengan cara  bungkusan nuk atau tempelan.

Sepintas adalah nasi yang sering hadir untuk acara sambatan dan kerja bhakti karena alas an kepraktisannya, yaitu tanpa menghadirkan lauk yang lainnya pun nasi sudah sangat enak di nikmati. Nasi megono juga dihadirkan sebagai alat dan sajian selamatan dengan jamuan yang paling sederhana. Maka nasi megono ini tergolong dengan nasi kelas rakyat kebanyakan yang paling bawah. 
OSENG OSENG KUBIS TRIWIS
Mungkin hanya ada di Kabupaten Magelang, daerah dengan kekayaan alam dan sayur mayur yang berlimpah ruah. Salah satu hasil sayuran dari  Kabupaten Magelang yang tidak ada di daerah lain adalah “ Kubis Triwis “ . Kubis atau kol, adalah sejenis sayuran yang mudah tumbuh dan berkembang di daerah berhawa dingin. Penghasil sayuran di Kabupaten Magelang berada di daerah daerah yang memiliki hawa dingin, yaitu yang berada di Lereng dan kaki Gunung Sumbing, Merbabu, dan Merapi .
Kubis Triwis

Kubis triwis ini adalah salah satu sayuran yang termasuk harga yang paling murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kubis triwis ini sangat cocok untuk dioleh menjadi oseng oseng dengan bumbu pedas. Cabe hijau keriting, lebih mantap dengan cabe kriting dan bumbu yang tumbuh di Kabupaten Magelang. Maka akan melahirkan cita rasa yang khas, dan tidak ditemukan di daerah lain.

Bagi sebagai penduduk  Magelang yang merantau , Oseng Oseng Kubis Triwis ini menjadi kenangan dan klangenan. Menu yang wajib di makan apabila pulang kampung, sambil mengenang masa masa jaman kecil ketika masih hidup di perkampungan Kabupaten Magelang. Dalam proses memasaknya, kubis triwsi ini  terlebih dahulu di kulupi dengan air panas, yaitu di halup halup, yaitu di celup celupkan beberapa saat dalam air mendidih. Tujuannya adalah untuk tidak alot ketika di masak oseng yang relatife kering. Setelah proses itu kemudian baru diolah menjadi Oseng Oseng Kubis Triwis. Akan lebih sedap dicampurkan dengan teri dan pete, untuk pete lebih cocok pete yang tumbuh di Kabupaten Magelang. Sedangkan teri , tentunya berasal dari Pantura Jawa.Mengingat wilayah Kabupaten Magelang tidak memiliki wilayah laut.

Pete yang di panen dari Magelang memiliki tingkat kematangan
yang optimal, ditandai dengan bulatan bulatan buah yang
menonjol .



















KUPAT TAHU SALAMAN
                Pada dasarnya tidak jauh berbeda antara kupat tahu Salaman dengan kupat tahu di daerah Magelang pada umumnya. Dalam perbedaan racikan yang membedakan yaitu antara kupat tahu Yogyakarta dan Magelang. Perbedaan itu terletak pada jenis tahu dan tempe yang digunakan kalau di Yogya adalah tahu dan tempe bacem, sedangkan di Magelang mengunakan tahu dan tempe goreng uyah bawang. Selain itu juga mengunakan bakwan  dan krupuk sebagai pelengkap sajiannya. Kupat tahu Magelang akan lebih banyak porsinya daripada porsi Kupat Tahu Yogyakarta. Sedangkan soal rasa kembali kepada selera masing masing.

                Kenangan akan Kupat tahu Salaman, ketika masa kecil sampai tahun 1989 adalah ada seorang penjual Kupat Tahu Keliling, yang selalu menjajakan kupat tahu dengan cara di pikul. Pada decade itu ada 2 orang yaitu Pak Basar dan Pak Pawiro dari Kedungwungu  Kebonrejo, sebuah kampung di sebelah utara Salaman seberang  Kali Tangsi. Jalan menuju ke Kebonrejo masih jalan macadam dan jembatan  Kali Tangsi masih jembatan Bambu.  Pada masa itu mereka berangkat ketika hari menjelang siang, memiliki pangsa pasar tersendiri, Pak Basar banyak menjajakan kupat tahu seputaran daerah Bunderan ke barat, yaitu wilayah Brengkel , Pecinan  dan Kauman. Sedangkan Pak Pawiro menjajakan kupat tahu daerah Gadean Brengkel Wetan sampai ke Soca Nusupan. Pak Pawiro menjajakan sampai malam hari, maka sering dengan mengunakan lampu minyak pada angkringannya. Sedangkan Pak Basar akan bergegas pulang menjelang magrib. Alasan mengapa tidak berjualan sampai malam “ takut di hadang hantu di kuburan Kedungwungu “.
                Sepeninggal Pak Basar kemudian dilanjutkan isterinya dengan berjualan di Bunderan jalan menuju Brengkel , waktu itu jalanan masih berupa macadam. Mengunakan pikulan, dasaran dan alat alat masak yang digunakan oleh Pak Basar, termasuk anglo dan pengorengan yang memiliki ciri khas tersendiri. Pada wajan ada tambahan  kaleng dilingkarkan sebagai penahan  tempe dan tahu yang telah di goreng ditiriskan.  Pak Basar akan menambahkan setetes  minyak jelantak pada ulekan bawang cabai dan garam sebelum di tambah kacang dan kecap. Tahu dan tempe yang digunakan oleh  Pak Basar adalah tahu tempe bacem. Sedangkan kubisnya adalah kubis mentah. Posisi Pak Basar mangkal ada di beberapa titik, setiap ia mangkal maka otomatis orang yang membutuhkan kemudian mendekat untuk mengantri.

                Saat ini sudah banyak warung Kupat tahu di Salaman, selain itu juga terdapat beberapa penjaja makanan yang mendorong dengan gerobak. Jajanan tidak lagi terpusat di kota kecamatan Salaman melainkan sudah menjamur di desa desa  seputaran Salaman. Sekarang Kupat tahu Mbah Basar dilanjutkan oleh generasi berikutnya, tidak mengunakan pikulan melainkan mengunakan gerobak selalu mangkal di samping Toko Mebel.